
BERLINMEDIAISLAM - Meskipun dalam Undang-Undang
Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang merupakan revisi terhadap Undang-undang Administrasi Kependudukan Nomor 23 Tahun 2006 hanya diakui 6 (enam)
agama di tanah air, Kementerian Agama (Kemenag) menjamin tidak akan memberikan hak istimewa ataupun
memperlakukan diskriminasi dalam memberi pelayanan terhadap pemeluk agama,
termasuk pemeluk agama di luar keenam agama yang diakui.
“Kementerian Agama tidak akan melakukan diskriminasi
meski pada UU Adminduk menyebut warga yang memeluk aliran kepercayaan diharapkan dapat memilih satu di antara agama
yang sudah diakui pemerintah,” kata
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama, H. Zubaidi di Bogor, Rabu
(27/11/2013) malam seusai membuka acara Sinkronisasi Data Kemenag Tahun 2013
dikutip laman Setkab.
Ia menegaskan, meski Undang-Undang Adminduk menyebutkan
bahwa setiap warga negara harus mencantumkan pilihan agama dalam kartu tanda
penduduk (KTP). Namun, setiap pemeluk agama di Tanah Air bebas melaksanakan dan mengamalkan agama yang
dianutnya masing-masing.
Dalam UU Adminduk yang disetujui paripurna DPR-RI pada
Selasa (26/11/2013) disebutkan, setiap warga harus memilih dan mencantumkan agama yang diakui
pemerintah. Agama yang diakui Pemerintah, menurut Kementerian Agama adalah
Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghuchu.
Zubaidi mengakui, di luar keenam agama tersebut,di
Indonesia masih ada agama-agama lain. Tetapi ia menegaskan, bukan berarti lantas penganut agama diluar enam agama itu
diperlakukan secara diskiriminatif.
“Tidak ada perlakukan seperti itu, mereka tetap bebas
dapat menjalankan ibadahnya,” tegasnya.
Bisa Jalankan Ibadah
Hanya saja, lanjut Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kemenag itu, pelayanan Pemerintah terhadap
penganut di luar agama yang sudah diakui itu tentu tidak bisa disamakan
dengan agama yang pemeluknya lebih besar. Namun, mereka tetap bisa menjalankan
ibadahnya dengan baik, sebagaimana pemeluk agama Konghuchu, meski tidak
sebanyak umat Islam atau pun Kristen, mereka tetap bisa menjalankan ibadahnya
dengan baik.
Diakui Zubaidi, di Kementerian Agama hingga saat ini
tidak ada Dirjen Konghuchu. Namun untuk
melayani umat terhadap agama yang penganutnya
besar, seperti Islam ada Dirjen
Pendidikan Islam (Pendis), Dirjen
Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam. Demikian juga untuk Hindu, ada Bimas
Hindu, seterusnya Bimas Buddha dan Kristen.
Kenapa? Alasannya, karena
belum cukup efisien jika punya Dirjen Konghuchu. Tapi, untuk
pelayanan tetap ada. “Yang penting soal
pelayanan. Tidak ada diskriminasi soal
ini,” tegas Zubaidi.
Terkait dengan pencantuman agama sebagai identitas dalam KTP, Zubaidi menyatakan, dari dulu
hingga kini harus disikapi hati-hati.
Agama adalah wilayah sensitif, namun patut disyukuri bahwa dengan adanya UU Adminduk akan memberikan
kepastian hukum dan kejelasan jati diri seseorang. Semua perjalanan hidup
seseorang tercatat mulai lahir hingga meninggal.
Post a Comment