
Bandung ~ Menteri Agama Suryadharma Ali meminta para ulama
dan tokoh lintas agama berkontribusi dengan memberi nilai-nilai agama terhadap
demokrasi di Tanah Air. Dengan begitu, dinamika yang ada tidak sampai
mengganggu dan merugikan kepentingan yang lebih besar.
Pada era reformasi dewasa ini masih ada yang memaknai
demokrasi dengan cara mengekspresikan pendapat tanpa batas (absolut) sehingga
sukses berdemokrasi diukur jika ada pihak lain menjadi korban, seperti merusak
fasilias Mahkamah Konstitusi, berdemontrasi berhari-hari hingga jalan menjadi
macet, kata Suryadharma Ali ketika bersilaturahmi dengan para tokoh agama di
Bandung, Jumat (15/11) malam.
Dikatakannya, seharusnya berdemokrasi itu dapat dimaknai
sebagai kemampuan membawa perubahan, perbaikan pendidikan makin baik,
pemerintah mampu membuka lapangan kerja makin banyak, ekonomi makin maju, dan
kesejahteraan dapat dinikmati semua lapisan masyarakat, bukan diukur dari
rusaknya infrastruktur dan kemacetan yang membuat orang banyak merugi, katanya.
Menurut Menag, memasuki tahun politik 2014 banyak pihak
ingin menciptakan instabilitas dan disharmoni melalui agama. Hal ini harus
diwaspadai. Di tengah rakyat saat memilih wakilnya untuk lembaga legislatif,
pemilihan presiden dan wakil presiden, ada pihak ingin ikut campur urusan agama
di negeri ini.
Persoalan agama memang wilayah yang sensitif. Meski
kerukunan antaragama di Tanah Air dewasa ini adalah yang terbaik di dunia.
Namun, jika ada persoalan sedikit saja, banyak pihak memberi komentar dengan
suara minor. Hal ini bisa dipahami karena agama adalah wilayah yang sensitif
dan menarik perhatian internasional. Bahkan, negara asing ikut memberi
perhatiannya.
Terkait dengan itu, Suryadharma Ali mengajak ulama untuk
merapatkan barisan. Sebab, berpegang pada pengalaman tahun-tahun lalu, isu
agama dijadikan komoditas isu politik pada tahun 2014 dengan cara menciptakan
disharmoni, instabilias, dan umat terkotak-kotak. [SUARA-MUSLIM]
إرسال تعليق