Oleh Ustadz Abdullah Nashih Ulwan
Seorang lelaki tidak diperbolehkan melihat anggota tubuh
lelaki lain yang terdapat antara pusar sampai lutut, baik lelaki yang dilihat
itu adalah kerabat maupun orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain
anggota tubuh tersebut, seperti : perut, punggung, dada, dan lain-lain, maka
hukumnya boleh selama tidak menimbulkan fitnah (aman)
Dasar pengharamannya adalah hadist riwayat Muslim dari Nabi
Saw :
“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya dan
jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain.”
Ahmad dan Ashhabus Sunan meriwayatkan :
“Peliharalah auratmu, kecuali terhadap istrimu atau budak
yang kamu miliki,”
Hakim meriwayatkan dari Nabi Saw :
“apa yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat.”
Hakim Meriwayatkan pula bahwa :
“ Nabi Saw. Melihat seorang yang paha-nya terbuka. Kemudian
beliau mengarahkan dan memberi petunjuk, seraya bersabda, “Tutuplah pahamu,
karena paha itu adalah aurat.”
Dan dalam sebuah riwayat dari Tirmidzi dikatakan :
“Paha itu adalah aurat.”
Setelah menyimak nash-nash di atas, akhirnya penulis sampai
pada suatu kesimpulan, bahwa seorang laki-laki tidak boleh membuka bagian
tubuhnya antara pusar sampai lutut, Baik ketika olah raga, maupun di dalam
kamar mandi, meskipun syahwat dirasa aman. Kemudian, Apabila ia diperintah oleh
seseorang untuk membuka auratnya, jangan menaatinya, dengan dasar hadist
berikut :
“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk di dalam maksiat kepada
Al-Khaliq (Allah).”
Sedangkan pendapat yang disandarkan kepada mahzab Maliki menyatakan,
bahwa aurat itu hanya ada dua: Kemaluan dan dubur. Selain dua aurat itu boleh
untuk dibuka. Anggapan ini tidak benar, bahkan termasuk kesalahan dan
kesesatan.
Menurut mahzab Maliki, aurat itu terbagi dua: pertama, aurat
ketika melakukan shalat. Kedua, aurat dalam kaitannya dengan melihat. Aurat
ketika melakukan shalat terbagi kepada
dua bagian: pertama aurat mughallazhah (berat), yaitu dua aurat (kemaluan dan
dubur). Kedua, aurat mukhaffafah (ringan), yaitu bagian tubuh antara pusar dan
lutut. Jika aurat mughalazhah terbuka
pada waktu shalat maka mutlak shalat iti harus diulangi. Sedangkan jika
aurat mukhaffafah yang tampak dalam shalat, maka diulangi di dalam waktu shalat
itu saja. Jika waktu sudah habis, maka tidak perlu lagi diulang.
Sedangkan aurat di dalam memandang, haram hukumnya untuk
ditampakkan, baik itu aurat mughalazdah maupun aurat mukhaffafah.
Aurat laki-laki dengan laki-laki lainnya adalah apa yang ada
antara pusar dan lutut.
Aurat wanita dengan wanita lainnya, jika keduanya adalah
muslimah, adalah bagian tubuh yang ada antara pusar dan lutut.
Aurat wanita muslimah dengan orang kafir adalah seluruh
tubuhnya, selain wajah dan dua telapak tangan (menurut satu pendapat), dan
seluruh badannya (menurut pendapat lain)
Aurat wanita dengan muhrimnya adalah seluruh tubuhnya selain
wajah, kedua tangan, kepala, leher, dan kedua telapak kakinya. Selain itu
adalah aurat yang tidak halal untuk dilihat.
Dari nash fikih Maliki tersebut dapat diketahui, imam-imam
yang empat telah sepakat, bahwa aurat laki-laki dengan laki-laki adalah antar
pusar dan lutut. Atas dasar ini, maka haram melihat anggota tubuh yang terdapat
antara keduanya, dan selain anggota tubuh tersebut adalah halal..
[brlinmedia-islam/eramuslim.com]
Post a Comment